Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anak Muda Zaman Sekarang Suka Bed Rotting Ini Penjelasan Ahli

Anak Muda Zaman Sekarang Suka Bed Rotting Ini Penjelasan Ahli

Pernah lihat orang yang seharian cuma rebahan di kasur, nonton film, scroll TikTok, atau makan sambil baring? Nah, fenomena itu lagi viral banget dan disebut bed rotting. Secara harfiah artinya “membusuk di tempat tidur”, tapi jangan salah, maknanya nggak seseram itu.

Banyak anak muda, terutama dari kalangan Gen Z, mulai terbuka ngomongin soal kebiasaan ini di media sosial. Buat sebagian orang, bed rotting dianggap sebagai bentuk istirahat total setelah minggu yang capek, stres, atau burnout. Tapi di sisi lain, ada juga yang bilang ini tanda seseorang lagi kelelahan secara mental atau bahkan depresi.

Apa Itu Bed Rotting Sebenarnya?

Menurut penjelasan dari beberapa ahli psikologi, bed rotting bukan sekadar rebahan biasa. Ini lebih ke perilaku seseorang yang memilih menghabiskan waktu lama di tempat tidur, bahkan berjam-jam atau seharian penuh, tanpa aktivitas produktif.

Aktivitasnya bisa macam-macam — nonton film, main HP, makan, dengerin musik, atau sekadar bengong. Intinya, semua dilakukan di kasur, tanpa niat untuk beranjak atau beraktivitas di luar kamar.

Tren ini muncul karena banyak anak muda yang ngerasa jenuh dengan rutinitas padat, tekanan pekerjaan, kuliah, atau kehidupan sosial. Jadi, bed rotting jadi semacam “zona aman” untuk recharge tenaga.

Kenapa Anak Muda Suka Bed Rotting?

Menurut Dr. Sarah Ahmad, psikolog klinis dari Universitas Indonesia, ada beberapa alasan kenapa fenomena ini banyak terjadi di kalangan anak muda. Salah satunya karena tingkat stres dan kecemasan di era digital makin tinggi.

"Anak muda sekarang punya tekanan lebih besar karena selalu terhubung dengan dunia luar lewat media sosial. Mereka sering membandingkan diri dengan orang lain, dan itu bikin stres. Bed rotting jadi cara cepat untuk kabur dari tekanan itu," ujar Dr. Sarah.

Selain itu, faktor burnout juga punya pengaruh besar. Banyak mahasiswa dan pekerja muda yang ngerasa lelah secara mental. Rutinitas yang padat bikin energi terkuras, dan akhirnya rebahan di kasur terasa kayak satu-satunya solusi buat menenangkan diri.

Apakah Bed Rotting Itu Buruk?

Jawabannya tergantung seberapa sering dilakukan. Kalau cuma sesekali, bed rotting bisa jadi bentuk self-care yang wajar. Tapi kalau udah tiap hari dan bikin nggak semangat ngapa-ngapain, itu bisa jadi tanda ada masalah yang lebih dalam.

Menurut Psikolog Klinis, Rani Pratama, M.Psi, kebiasaan berlama-lama di kasur bisa memengaruhi kesehatan mental dan fisik. “Kalau tubuh terlalu lama diam tanpa aktivitas, bisa mengganggu pola tidur, nafsu makan, dan bahkan bikin tubuh makin lemas,” jelasnya.

Selain itu, bed rotting yang berlebihan juga bisa bikin seseorang kehilangan motivasi dan menurunkan rasa percaya diri. Lama-lama, rutinitas sehari-hari jadi terasa berat karena terbiasa nggak ngapa-ngapain.

Peran Media Sosial dalam Fenomena Bed Rotting

Media sosial punya pengaruh besar terhadap popularitas istilah ini. Banyak konten di TikTok atau Instagram yang menampilkan orang rebahan sambil bilang “ini self-care-ku hari ini”. Konten kayak gini cepat banget viral karena relatable buat banyak orang.

Di satu sisi, bagus karena orang jadi lebih sadar pentingnya istirahat dan kesehatan mental. Tapi di sisi lain, bisa juga jadi jebakan buat ngebenerin perilaku malas. Kadang orang pakai istilah self-care buat membenarkan kebiasaan yang sebenarnya nggak sehat.

Jadi penting banget buat tahu batas antara istirahat yang sehat dan bed rotting yang kebablasan. Self-care itu mestinya bikin tubuh dan pikiran lebih segar, bukan malah tambah kehilangan energi.

Perbedaan Bed Rotting dan Self-Care

Banyak orang nyamain bed rotting dengan self-care, padahal nggak sepenuhnya sama. Self-care itu lebih ke aktivitas yang dilakukan dengan sadar buat menjaga kesejahteraan diri. Misalnya tidur cukup, makan sehat, jalan santai, journaling, atau meditasi.

Sementara bed rotting lebih ke pelarian dari kelelahan. Biasanya dilakukan tanpa rencana, dan seringkali malah bikin rasa lelah nggak hilang. Tubuh memang istirahat, tapi pikiran tetap aktif — mikirin pekerjaan, tugas, atau masalah pribadi.

Jadi kalau mau bed rotting, coba niatkan buat bener-bener istirahat, bukan kabur dari tanggung jawab. Bisa juga diatur waktunya, misalnya cuma dua jam setelah kuliah atau kerja, biar nggak kebablasan.

Cara Bed Rotting yang Sehat Versi Ahli

Para ahli bilang, rebahan bukan dosa. Yang penting tahu cara dan waktunya. Berikut beberapa tips kalau mau bed rotting tapi tetap sehat:

  • Batasi waktu rebahan – Misalnya satu atau dua jam aja, jangan seharian penuh.
  • Gunakan untuk relaksasi – Nonton film ringan, denger musik, atau meditasi ringan di kasur.
  • Hindari rebahan setelah bangun pagi terlalu lama – Biasakan bangun, minum air, buka jendela, dan gerakkan tubuh sedikit.
  • Bed rotting di akhir pekan boleh – Tapi jangan dijadikan kebiasaan harian.
  • Fokus ke pemulihan mental – Jangan cuma rebahan karena malas, tapi karena butuh waktu tenang buat diri sendiri.

Dengan cara kayak gitu, bed rotting bisa berubah jadi aktivitas yang positif. Nggak cuma buat tubuh, tapi juga buat pikiran.

Bed Rotting dan Generasi Z

Fenomena ini juga menggambarkan bagaimana generasi muda menanggapi tekanan hidup modern. Gen Z dikenal sebagai generasi yang lebih terbuka soal kesehatan mental dan nggak ragu ngomongin soal burnout, stres, atau kecemasan.

Dalam banyak kasus, bed rotting jadi simbol dari keinginan untuk berhenti sejenak dari dunia yang serba cepat. Dunia digital, target kuliah, kerja, dan ekspektasi sosial bikin banyak orang ngerasa kehilangan kontrol. Kasur akhirnya jadi tempat perlindungan paling aman.

Tapi perlu diingat, istirahat itu penting, tapi terlalu lama bersembunyi juga bisa bikin makin terjebak di zona nyaman. Jadi, walaupun bed rotting bisa jadi bentuk perawatan diri, tetap butuh keseimbangan antara istirahat dan aktivitas nyata.